Friday, April 17, 2015


ENCHANTING AGRA




Libur “harpitnas”
Pergi berlibur  di tanggal-tanggal merah alias “harpitnas” memang bukan kebiasaan saya dan suami. Kami selalu menghindari waktu tersebut. Harga tiket pesawat dan hotel mahal. Belum lagi  tempat-tempat wisata menjadi terlalu ramai, kita tak dapat menikmati keindahannya. Tujuan kami pergi berwisata untuk R & R. Menjauh dari keruwetan lalu lintas kota tempat kami tinggal dan menghilangkan kepenatan kerja sehari-hari.

Lain halnya dengan libur Natal kemarin. ‘Opportunity presents itself’ hari libur resmi Natal 2014 lumayan panjang dan ditambah ijin cuti satu hari, maka mengapa tidak?  Dengan persiapan yang cukup pendek kami memilih mengunjungi Agra di India. Kami ingin pergi ke tempat yang unik dan belum pernah dikunjungi, ditambah bonus sedang musim dingin. Maklum Indonesia hanya punya dua musim. Boleh lah menginginkan sesuatu yang berbeda dari keseharian yang kita alami.  

 
Drama TV Jodha Akbar dan Agra
Lalu kenapa Agra? Kebanyakan orang mengira pasti jawabannya Taj Mahal ada disana. Benar sekali monumen cinta yang megah itu terletak di wilayah kota Agra. Tetapi alasan saya  berbeda. Akhir-akhir ini Indonesia sedang dilanda demam Bollywood, saya pun tak luput dari serangan penyakit menular yang satu ini “Acha! Acha! Ap samajha hai?” (Oke! Oke! Kamu mengerti dong?)  Sebuah drama seri Jodha Akbar berlatar belakang sejarah Kekaisaran Mughal, memakai setting studio  istana merah megah Agra Fort. Amat menarik bagi seseorang yang menggemari bangunan-bangunan bersejarah seperti saya.  Acha! Acha! Agra pun menjadi pilihan paling tepat. Lagi pula kunjungan wisata ke India hanya perlu visa on arrival bagi warga negara Indonesia. It is a done deal. India here we come.



Persiapan Yang Agak Mepetdotcom
Keterbatasan waktu dan jadwal cuti selalu menjadi kendala kami  setiap kali berencana pergi liburan.  Keputusan kami berdua, atau lebih tepatnya keputusan saya, travelling ke Agra baru dibuat sekitar dua minggu sebelum keberangkatan. Kami belum pernah menginjakan kaki ke negara yang memiliki banyak kaitan sejarah dan kebudayaan dengan bangsa Indonesia ini. Travel review yang saya baca tentang India rata-rata kurang baik, jika kita pergi sendiri tanpa ikut group travel bureau. Kelemahannya jika ikut paket wisata, waktu perjalanan tidak cocok dengan jadwal waktu cuti. Belum lagi "bete" dengan hobby orang Indonesia yang senang berlama-lama ditoko souvenir. Ikut group dari segi ‘value for money’ sangat baik. Kami tetap memilih berangkat sendiri.

Referensi hotel kami cari disitus-situs dengan ulasan yang bisa dipercaya. Booking kami lakukan langsung ke hotel yang bersangkutan. Hal ini terpaksa karena kepastian tanggal pemesanan kamar baru bisa kami tentukan setelah booking tiket pesawat kami confirmed. Ternyata tarif yang kami bayar tidak jauh berbeda dengan situs-situs booking hotel. Kami memutuskan untuk terbang dengan penerbangan asing karena kebetulan jadwal terbangnya paling cocok. Lalu bagaimana dengan urusan wisata di Agra nanti? Untuk hal ini kami mempercayakan sebuah situs asing yang sudah beberapa kali kami gunakan berwisata ke negara asing yang baru.  Selama ini mereka terbukti selalu memilik kerjasama baik dengan rekanan lokalnya. Itinerary wisata dibuat khusus sesuai keperluan.  Transportasi (chauffeur driven private car) mulai dari bandara,  kunjungan wisata, fast forward entrance ticket ditempat yang diperlukan, pemandu wisata, dan makan siang, sampai kembali ke bandara untuk pulang nanti diurus oleh mereka. 

 
Terbang Jauh ke Negeri Mahabarata
Kota Agra memiliki bandara akan tetapi tidak ada penerbangan Internasional yang terbang langsung ke Agra. Oleh karenanya kami memilih New Delhi yang jaraknya terdekat dan dilayani oleh banyak penerbangan Internasional. Kami memilih transit di Bangkok karena jadwal mereka cocok. Pesawat lepas landas jam 12:55 dari Soekarno-Hatta dan tiba di Bangkok jam 16:00.  Jam 20:00 kami sudah boarding untuk penerbangan selanjutnya yang akan membawa kami ke New Delhi.




Sleepless On Board an Airplane
Saat itu kira-kira hampir jam 22:30 waktu New Delhi ketika kami melihat di layar PTV (personal TV) posisi pesawat telah memasuki wilayah udara Bandara Internasional Indira Gandhi. Pesawat  melakukan manuver berputar sebanyak dua kali. Setiap kali pesawat berputar kami tidak merasakan adanya penurunan ketinggian, yang menandakan siap untuk mendarat. Hal ini kami cross check ke layar saluran info pesawat. Benar saja perkiraan kami. Tetapi Cabin crew sudah posisi duduk siap mendarat. Ada apa gerangan? Hati mulai merasa was-was.  Kemudian terlihat dilayar PTV pesawat menjauhi New Delhi, berbalik arah dan menambah ketinggian. Kami sempat melihat keluar jendela. Jarak pandang tampak amat minim terhalang, yang awalnya kami kira adalah awan. Tetapi kemudian teringat weather report yang dibaca beberapa hari sebelum keberangkatan. Disebutkan New Delhi berkabut tebal dengan tingkat kelembapan hampir 90%. Berarti yang kami lihat tadi adalah kabut tebal dan bukan awan. Kabut dibawa oleh angin dari Pegunungan Himalaya, ditambah pengaruh polusi udara. Tampaknya penumpang lain belum menyadari, bahwa pesawat kita berbalik arah. Rata-rata penumpang jarang memperhatikan informasi posisi pesawat.

Setengah jam berlalu sejak kita memasuki wilayah udara Delhi pilot mengumumkan, bahwa pesawat tidak bisa mendarat di New Delhi. Alasannya jarak pandang sangat minim, tidak memungkinkan pesawat melakukan pendaratan dengan aman. Pesawat divert ke bandara terdekat. Kami terus memperhatikan layar PTV mencari peta kota besar terdekat.  yang memungkinkan pesawat mendarat. Pesawat yang kami tumpangi malam ini B777, termasuk jenis pesawat berbadan lebar, tidak semua bandara kota kecil bisa dilandasi. Yang paling memungkinkan adalah mendarat di Calcuta berbalik ke arah timur, hampir separuh perjalanan ditempuh dari Bangkok-New Delhi. Oh my God! Dan tebakan kami terbukti benar karena tak lama kemudian pilot mengumuman divert ke Calcuta. Penumpang lain mulai menggerutu dan bahkan ada yang marah. Kami tetap tenang sambil berdoa dalam hati. Pasang muka sok ‘cool’ tetapi tetap saja perasaan cemas tak bisa hilang. Seorang Ibu yang duduk dibelakang kursi kami mengomel tak henti dalam Bahasa asing entah itu Hindi atau Tamil. 

Disaat-saat semacam ini bukan waktunya mengoceh tak keruan dan membuat penumpang lain terganggu.  “Ignorance is blissfull” ketidak-tahuan adalah anugrah. Orang-orang lain sibuk mengomel menyalahkan awak pesawat. M ereka tak merasa kuatir tentang bahayanya mendarat ditengah gelapan tengah malam. Jarak pandang minim karena kabut tebal.

Waktu menunjukan jam 12:00 malam ketika pesawat akhirnya mendarat di Calculta. Bandara terlihat sudah sepi. Semua orang berpikir kita akan turun menunggu di ruang terminal. Banyak yang sudah berdir. Ternyata Pilot mengumumkan tetap duduk dikursi dan melepaskan sabuk keselamatan karena pesawat akan mengisi bahan bakar. Setelah dua jam penuh drama picisan yang dilakokan para penumpang yang rempong dan aneh bin ajaib, pesawat pun siap RTB ke Bangkok. Ada drama lelaki yang pura-pura mendadak sesak nafas. Setelah diperiksa seorang dokter ia dinyatakan baik-baik saja. Ada pula drama picisan dari beberapa lelaki yang memprofokasi beberapa orang lain supaya dibiarkan turun dari pesawat. Akhirnya drama ditutup oleh Ibu yang duduk dibelakang kami. Ia menolak pasang sabuk keselamatan. Ngotot memarahi pramugari. Dia beralasan anaknya yang sudah tertidur lelap akan terbangun.  


Landed Safely Back In Bangkok
Penerbangan relative tenang tanpa turbulenvce. Sekitar jam 6:00 pagi waktu setempat pesawat kami tiba kembali di Bandara Internasional Svarnabhumi Bangkok. Kami pun bergerak meninggalkan tempat duduk dan tak lupa kami berdua mengucapkan terimakasih atas semua pelayanan dan keramahan para awak kabin menghadapi cobaan dari para penumpang lain yang tak sopan.

Setengah berlari kami bergegas menuju gate berikutnya untuk pindah ke pesawat lain yang akan menerbangkan kami kembali ke New Delhi. Ya benar.  Kami akan langsung terbang kembali kesana pagi ini juga. Boarding lagi jam 8:00 pagi. Pesawat belum lepas landas tapi kami berdua sudah tertidur pulas akibat kelelahan.


Hello India! Finally!
Siang ini pesawat kami akhirnya touched down di Indira Gandhi International Airport-New Delhi. Kabut tebal masih menyelimuti New Delhi dan jarak pandangpun terganggu. Asphalt landasan baru bisa kami lihat hanya beberapa saat sebelum pesawat melandas. Bahkan gedung-gedung di terminal belum bisa kami lihat. Di terminal  kami langsung mengarah ke loket Visa on Arrival. Semua detail untuk keperluan Visa on Arrival dapat diperoleh pada situs resmi Kedutaan Besar Republik India di Jakarta http://www.indianembassyjakarta.com/index.php/visa-services. Sekarang Visa on Arrival India sudah diganti dengan mendaftar lewat online di situs resmi Kedutaan India.   Antrian di bagian visa on arrival cukup pendek.  Biaya visa on arrival USD60,- per orang.

Ada kejadian lucu dengan si petugas. Ia menanyakan nama kepada suami saya. Dijawablah oleh suami saya. Tetapi si petugas ngotot kok disini ejaan nama tidak sama dengan lafal yang diucapkan suami saya. Kemudian ia mengucapkannya dengan lafal interpretasi dia sendiri. Kami tersenyum-senyum sambil menerangkan, lafal nama seseorang dan ejaannya tergantung pribadi si pemilik nama bukan mengikuti suatu tata Bahasa tertentu. Kepo juga Pak Petugasnya. 

Here We Go!
Dipintu kedatangan petugas dari situs perjalanan menyambut kedatangan kami. Awalnya kami mengira akan bisa mencoba mobil merk asli India sperti Tata atau Marutti. Ternyata mobil yang disediakan Kijang Innova made in Indonesia. Bangga juga bisa menerangkan kepada mereka bahwa mobil ini buatan di Indonesia.

Diluar antrian kendaraan penjemput terlihat amburadul. Berhenti seenaknya, sopir keluar meninggalkan mobil begitu saja, mencari orang yang akan dijemputnya. “Ya khuda” (boleh dong meminjam bahasa Hindi yang sering saya dengar. Artinya = Ya Tuhan). Ternyata kesemerawutan di Soekarno-Hatta boleh dianggap tak seberapa dibanding disini.  Walaupun ramai membunyikan klakson,  tapi tak  seorangpun pengemudi beradu mulut atau berkelahi berebut jalan.

Tiba-tiba di atas kami terdengar suara deru mesin pesawat. Kami pun menengok ke atas, samar-samar terlihat warna livery pesawat yang kami tumpangi terbang meninggalkan New Delhi. Kabut tebal masih terus menyelimuti sekitar bandara.  All our bags are here and we are ready to go. Petualangan kami pun dimulai. Pak Sopir kami bernama Sanjay Gupta. Wah wah Pak Sopir kita namanya sama dengan nama seorang sutradara kondang di India. Sanjay-saab pun tertawa sambil menggelengkan kepalanya dan berkata “Acha! Acha!” Di India orang menggelengkan kepalanya saat mengiyakan sesuatu. Sanjay-saab mengarahkan mobil menuju ke Agra. Perjalanan akan menempuh kurang lebih 206Km, memakan waktu sekitar 3 jam melewati jalan tol “Yamuna Expressway”.

Tadinya kami berpikir untuk makan siang di salah satu Rest Area di tol nanti, tetapi oops ternyata jalan tol di India beda dengan di Indonesia. Rest Area disini hanya tersedia public toilet dan minuman-makanan ringan. Ingat saat bepergian di India jangan mencoba makanan di sembarang tempat, seperti penjaja pinggir jalan atau pasar tradisional, sanitasi mereka tak bisa diharapkan. Kita bisa dengan mudah terkena “Delhi Belly” alias penyakit disentri. Ngak seru kalau menghabiskan liburan di rumah sakit.

Yamuna Expressway
Setelah makan siang di restoran kami pun melanjutkan perjalanan masuk ke Yamuna Expressway. Tarif tol untuk kendaraan pribadi INR350 atau setara IDR70000,- Yamuna Expressway memiliki panjang 165 Km dan 6  lajur  adalah jalan tol terpanjang di India, menghubungkan wilayah New Delhi, Greater Noida dengan Agra di negara bagian Uttar Pradesh.

Sepanjang perjalanan melewati bagian tol Greater Noida kami disuguhi dengan pemandangan indah hamparan bunga Canola yang berwarna kuning. Biji bunga Canola setelah diproses akan menghasilkan minyak Canola yang dipakai sebagai minyak goreng. Perjalanan panjang menuju Agra melewati pinggir kota-kota India yang bersejarah. Salah satunya Mathura sekitar 50 km di utara Agra. Mathura adalah kota kelahiran Sri Krishna. Kota ini sampai sekarang dianggap kota suci bagi umat Hindu. Begitu juga dengan kota kecil Vrindavan tempat masa kecil Sri Krishna.




Agra – Uttar Pradesh
Akhirnya sekitar jam 19:30 kami memasuki Kota Agra. Perjalanan yang panjang, badan terasa lengket karena kelembapan udara tinggi. Melelahkan karena tidak tidur sejak semalam. Agak sedikit kaget juga melihat suasana kota Agra yang tidak teratur. Kebanyakan bangunannya lusuh karena tak terawat. Banyak sapi dan kambing berkeliaran bebas di jalan raya, di depan toko, di pasar dan dimana saja. Tak satu pun orang akan berani mengusirnya. Sapi adalah binatang suci yang di hormati. Tak lama kemudian kami pun tiba di hotel tempat kami menginap. Bagian luar hotel dikelilingi pagar tembok tinggi yang dijaga ketat. Rasanya ingin segera berlari masuk ke kamar lalu mandi, makan malam lalu tidur pulas sampai besok siang, apa daya semua yang masuk harus diperiksa dengan teliti oleh para penjaga.                                        



Fatehpur Sikri Palace - Hidden Gem Under The Shadow of Taj
Pagi hari ini kami bersiap-siap memulai petualangan di Agra. Sanjay-saab, sopir kami telah menanti di halaman depan lobby,  kami pun bergegas berangkat. So excited beyond words. Petualangan dimulai dengan berkendaraan melewati kota dan mengarah sekitar 37 Km ke arah barat dari Agra.  Tujuan kami adalah Fatehpur Sikri. Sebuah nama yang kurang dikenal pelancong. Tempat ini khusus saya pilih setelah mendengar namanya di drama seri TV Jodha Akbar.





Kami pun tiba di area parkir hiruk pikuk dan penuh kendaraan angkutan umum, mini bus turis, para pedagang asongan dan pemandu wisata freelance. Sanjay-saab memperkenalkan kami dengan dua orang guide Sanjay Kumar-Shukla-saab dan Imam-saab. Sanjay lagi Sanjay lagi. Ternyata nama favorit disini. Sanjay Kumar-saab adalah guide utama kami, seorang doktor dibidang sejarah. Wah beruntungannya kami bisa ditemani dia. Khusus untuk Istana Fatehpur Sikri kami akan ditemani juga oleh Imam-saab, yang ahli tentang sejarah Fatehpur Sikri. Kami pun berjalan untuk pindah kendaraan. Kita akan naik mini bus khusus berbahan bakar BBG. Hal ini penting untuk menjaga kebersihan udara disekitar situs bersejarah ini.  And off we go to begin our first visit on a high note.

Kami mendapat penjelasan ekstensif dari Iman-saab, local guide di Fatehpur Sikri. Ibukota Kekaisaran Mughal sempat dipindah dari Agra kesini selama 14 tahun. Di istana ini lah Putra Mahkota Saliam/Jahangir dilahirkan oleh Mariam Uz Zamani. Akan tetapi kemudian mereka terpaksa meninggalkan Fatehpur Sikri, karena persediaan air bersih didaerah ini kemudian berkurang, juga karena terlalu dekat dengan Suku-suku Afghan yang memberontak. Setelah berabad-abad terlupakan Fatehpur Sikri sekarang ini boleh dibilang dalam kondisi yang terawat.

Dibangun oleh Shahenshah Jalaluddin Muhammad Akbar pertengahan abad ke 16 ,untuk merayakan kemenangan peperangannya di Chittor dan Ranthambore. Nama Fatehpur Sikri sendiri berarti Kota Kemenangan. Akan tetapi ada pula catatan yang menghubungkan pembangunan istana ini sebagai hadiah kepada istri tercintanya Harka Bai/Her Kunwari/Jodha Bai, bergelar Mariam Uz Zamani, seorang Putri tertua Raja Bharmal dari Kerajaan Amer-Rajpur. Bukti fisik pada bangunan komplek istana, yang khusus diperuntukan Mariam Uz Zamani,  bisa membantu pembuktian dugaan tersebut.  Istana Fatehpur Sikri dibangun dengan floor plan unik karena memakai prinsip arsitektur Persia dimana letak gedung tersebar berdiri sendiri-sendiri dengan tata letak yang sangat geometris dan diperindah pengaruh regional India seperti bentuk bangunan, ukiran dan ornamen. Shahenshah Akbar menggabungkan arsitektur Persia, India negeri dimana ia lahir dan berkuasa, dan gaya holistik yang mencerminkan prinsip spiritual Akbar yang unik. Kaisar Akbar menggabungkan filosofi Islam, Hindu, dan agama lainnya, dan mejadikannya sebagai aliran spiritual baru yang dikenal dengan nama Din-i-llahi.

Menurut Imam-saab, kompleks kota Fatehpur Sikri memiliki 7 gerbang masuk. Gerbang-gerbang itu tersebar disepanjang 10 Km tembok benteng yang kokoh dan tinggi. Kompleks Fatehpur Sikri sendiri memiliki panjang 3Km dan lebar 1Km. Kami akan menirukan bagaimana rakyat biasa dimasa itu pergi menemui Shahenshah Jalaludin Muhammad Akbar. Kami  masuk lewat the Commoner’s Gate. Tidak seluruh kompleks istana dapat kami kunjungi mengingat luasnya dan keterbatasan waktu.

Diwan-i-Am dan Daulat Khana
Bersama Imam-saab kami melewati jalan menuju pintu masuk komplek Istana Fatehpur Sikri. Kami masuk dari pintu gerbang kayu dimana biasanya rakyat Mughal dimasa itu masuk untuk menemui Shahenshah. Pemandangan pertama dibalik gerbang adalah sebuah lapangan luas yang dikelilingi tembok tinggi, ditanami rumput dan pada bagian muka terdapat sebuah bangunan Diwan-i-Am (balai pertemuan rakyat), bangunan  persegi panjang yang dikelilingi oleh semacam beranda yang dihias kolom-kolom. Di dalam bangunan ini Shahenshah Akbar biasa duduk mendengarkan keluhan dan laporan langsung dari rakyatnya. Bangunan ini terhubung dengan Daulat Khana (Istana Kekaisaran). Sayangnya lagi Diwan-i-Am sedang dalam perbaikan sehingg kami tak bisa masuk dan lewat sana. Diwan-i-Am terletak dekat juga dengan yang sebut sebagai kediaman pribadi salah seorang istri Shahenshah Akbar yang berasal dari Turki. Disebelahnya terdapat tempat pemandian gaya Turki. Kami pun lanjut berjalan kearah pintu samping kanan dan masuk menuju bagian halaman dalam Istana Kekaisaran.


Diwan-i-Khas
Dibalik pintu kayu maka tampak pemandangan megah didominasi warna merah. Hampir 100% bangunan kompleks istana Fatehpur Sikri terbuat dari batu alam red sandstone, yang tak jauh dari sana banyak tersedia. Bangunan Diwan-i-Khas (Balai Pertemuan Khusus), sebuah bangunan persegi yang diatasnya berdiri 4 Chatris (menara kecil berkubah).  Jangan terkecoh dengan tampak luarnya yang bersahaja. Bagian yang paling termasyur adalah sebuah kolom ditengah ruangannya. Dikenal dengan nama Tahta Kolom Lotus. Bagian dasarnya persegi empat dan bagian atasnya membentuk oktagonal. Ujung atas kolom yang menopang tempat dimana Shahenshah Akbar duduk  dihias dengan ukiran berbentuk 36 Ular. Akbar biasa duduk dikelilingi 9 orang menteri kepercayaannya yang dikenal dengan sebutan Navaratnas atau “Sembilan Permata”. Kolom tersebut dihias oleh ukiran halus bermotif geometris dan bunga-bunga, selain design 36 Ular. Imam-saab menceritakan bahwa ukiran tersebut adalah perlambang dari beberapa aliran agama yang dianut rakyat Akbar. Ukiran bagian bawah motif Daun Bunga Lotus melambangkan agama Hindu, lalu berikutnya motif Bunga-bunga yang mewakili  Islam, berikutnya ada sebaris kecil motif pintu-pintu melengkung yang mewakili Kristen, dan terakhir motif geometris zig-zag yang mewakili Persia asal usul keturunan nenek moyangnya.


Ibadat Khana (Rumah Ibadat)
Dibangun Akbar untuk tempat para ahli-ahli dari beberapa agama bertemu dan bertukar pikiran dengannya. Kaisar Akbar menciptakan aliran kepercayaan baru yang mengadopsi berberapa filosofi  agama, disebut dengan nama Din-e-Ilahi.
 
 
 



Ankh Michauli (Blind Man's Buff House)
Menurut cerita Imam-saab bangunan ini dipercaya dipakai Kaisar Akbar bermain dengan anak-anak dan istri-istri. Kemungkinan besar bangunan ini dulu dipakai sebagai adalah tempat penyimpanan barang-barang berharga, karena banyak sudut-sudut tersembunyi dan temboknya begitu tebal dan kokoh. Disamping bangunan ini terletak Astrologer Seat. Semacam gazebo/kubah kecil terbuat juga dari red sandstone tempat ahli perbintangan duduk dan meramal. Keluar lurus keseberang adalah Pachisi Court.


 



Pachisi Court
Sebuah lapangan luas yang dilantainya masih terlihat samar bekas garis-garis kotak papan  permaian ukuran raksasa. Mungkin kita mengenalnya permainan ini dengan nama Ludo sekarang. Konon permaianan ini dahulu oleh Kaisar dan keluarganya dimainkan dengan memakai manusia sebagai bidaknya. Dalam cerita drama seri Jodha Akbar permainan ini diganti menjadi permaian Catur. Tetap memakai manusia sebagai bidak akan tetapi dimainkan dalam ruangan bukan dilapangan terbuka. 



 
 
 
 
 
 
Panch Mahal
Kami mengikuti langkah Imam-saab ke bagian kanan lapangan dan terlihat berdiri disana Panch Mahal. Bangunan 5 lantai terbuka tanpa tembok ditopang oleh banyak pilar. Semakin keatas bangunan mengecil membentuk mirip piramida. Bagian paling atasnya dihias Kubah Chhatri mirip dengan yang menghias Diwan-i-Khas. Dahulu sisi luar bangunan ini dikelilingi tembok batu yang dibolong-bolongi (Jali screen). Bangunan ini dipakai para Ratu-ratu Utama dan anak-anaknya untuk bersantai dan bermain.



Anoop Talao (Anoop = laguna & Talao= kolam)
Sebuah kolam segi empat yang bagian tengahnya terdapat semacam panggung yang dikelilingi balustrade dan dihubungkan dengan 4 jembatan kecil yang membelah lokam tersebut menjadi 4 bagian. Kolam ini menurut Imam-saab sering dipakai Shahenshah Akbar dan keluarganya duduk-duduk bercengkarama. Letaknya tak jauh diseberang depan Khwabgah (Rumah Mimpi) yang adalah kediaman pribadi Shahenshah Akbar. Imam-saab menceritakan ada seorang pengelana yang mencatat dijaman dahulu Shahenshah Akbar mengisi kolam ini dengan uang koin emas, perak dan tembaga. Bisa kita bayangkan betapa indah pantulan kemilau cahaya matahari yang terpancarkan dari kola mini. Dari waktu ke waktu koin-koin dalam kolam ini akan disumbangkan ke fakir miskin.



 
 
                                                                                                                                           


Hujra-i-Anup Talao
Kami lalu menuju kesebelah kiri kolam, memasuki bangunan yang diperkirakan sebagai kediaman salah seorang istri Shahenshah Akbar yang Muslim. Tetapi menurut Imam-saab pendapat ini ditentang karena ukurannya yang terlalu kecil untuk ukuran seorang Ratu.



Khwabgah (Rumah Mimpi)
Imam-saab mengajak kami berjalan kearah kanan menyeberangi Anoop Talao. Kami  memasuki komplek bangunan yang didahului beranda yang ditopang pilar-pilar.  Inilah kediaman dan kamar tidur pribadi Shahenshah Jalaludin Muhammad Akbar. Tembok-temboknya yang tebal dan kokoh dibangun berlapis-lapis dengan bahan batu alam yang paling keras. Semua dimaksudkan untuk melindungi Shahenshah dari bahaya gempuran meriam musuh. Surprisingly kediaman pribadi Shahenshahr Akbar terlihat lebih simple tak banyak ornamen. Inner sanctum sang Shahenshah Jalaludin Muhammad Akbar/ pembaringannya berbentuk seperti panggung, yang ditopang 4 pilar yang terbuat dari batu alam yang sama dengan temboknya. Menurut Imam-saab dengan posisi tidur jauh diatas dan tertutup tirai, Kaisar medapatkan banyak privasi.  Tak seorangpun bisa melihat apakah ia ada terbaring disana? Tujuan utama agar musuh tak mudah melancarkan serangan mendadak. Dinding sisi kanan kamar tersambung dengan selasar yang tak bisa dilihat dari luar.  Disisi kanan-kiri selasar terdapat kolom-kolom penyanggah. Selasar ini dahulu juga tertutup tembok yang mungkin salah satunya berbentuk  Jali Screen. Menurut cerita selasar itu hanya boleh dilalui Kaisar, jika ingin mengunjungi istri tercintanya Mariam Uz Zamani. Hemmm kali ini kami lah akan melalui jalan tersebut. Tetapi diujung kiri selasar itu kami tak dapat melanjutkan perjalanan karena bagian jalan rahasia sudah ditutup tembok. Bagian sejarah yang ini memperkuat bahwa, pengaruh besar dari istrinya yang beragama Hindu tersebut bukanlah isapan jempol belaka.














Mariam-uz-Zamani
Kami berhenti sejenak dipelataran. Imam-saab akan menceritakan kisah tentang kehebatan Mariam Uz Zamani. Ia adalah Ratu Utama dari Shahenshah Jalaluddin Muhammad Akbar yang melahirkan putra mahkotanya. Putri dari Raja Bharmal Kerajaan Amer di Rajput, yang memiliki nama Heer Kunwari/Hira Kunwari atau Harka Bai, (Lahir 1 Oktober 1542 – Wafat 19 May 1623). Dijaman itu nama lahir seorang wanita tak begitu dianggap penting, hal ini terlihat dari catatan sejarah nama asli Mariam Uz Zamani hampir tidak pernah dituliskan. Gelar yang disandangnya adalah gelar paling istimewa yang pernah diberikan kepada seorang Ratu. Sejak ia mendapatkan gelar Mariam Uz Zamani, maka semua dokumen resmi dan catatan sejarah menuliskan namanya dengan gelar tersebut. Sejarawan sulit melacak nama aslinya. Mariam Uz Zamani satu-satunya istri Shahenshah yang diperkenankan untuk mempertahankan agamanya. Ia memiliki Kuil pribadi di dalam istana. Seorang wanita yang terkenal pintar dan bijaksana serta paling disayangi oleh Shahenshah. Oleh karenanya ia pun mendapat satu gelar istimewa lagi “Wali Nimat Begum” yang artinya “Anugrah Tuhan”.  Bhagwan Das (kakak tertua Mariam Uz Zamani) dan kemenakannya yang bernama Raja Man Singh adalah salah seorang dari 9 Menteri Utama  Kekaisaran.

Banyak orang yang meremehkan peran Mariam Uz Zamani, Permaisuri tercinta dari Shahenshah Jalaluddin Muhmammad Akbar. Jika ia bukan istri dan Ratu kesayangan yang amat dipercaya, maka untuk apa semua keistimewaan itu? Begitu banyak pengaruh kebudayaan sang istri, sehingga sejarah mencatat salah seorang anaknya yang bernama Daniyal dikirim ke mertuanya di Kerajaan Amer untuk didik oleh Maharani Meinawati istri Raja Bharmal.

Mariam Uz Zamani memiliki hak-hak istimewa selain kedudukannya sebagai Permaisuri, ia lah satu-satunya Ratu yang aktif melakukan perdagangan keluar negeri, memiliki kapal dagang, mengurus perjalanan Haji rakyatnya, banyak menyumbang untuk kemajuan kaum wanita, dan memiliki hak mengeluarkan dekrit yang disyahkan tempel pribadinya. Ia bahkan memimpin sejumlah 12000 pasukan dibawah komandonya. Pernikahan Shahenshah dengan Mariam Uz Zamani membawa kekaisaran Mughal kedalam konsolidasi politik tertinggi yang kuat dengan Raja-Raja Rajput, melalui dukungan ayah mertuanya Raja Bharmal dan Kakak tertuanya Bhagwan Das dari Amer.

 

 
Istana Mariam Uz Zamani
Kami pun kembali berjalan dan mendekati Gerbang istana. Imam-saab menerangkan mengenai arsitektur Istana Mariam Uz Zamani. The building it self and it’s floor plan speaks volume. Pada bangunannya terasa pengaruh budaya Gujarat  ujar Imam-saab. Kami pun melanjutkan berjalan belok ke kanan, menuju pelataran luar dari gerbang masuk Istana Mariam Uz Zamani. Istana Mariam Uz Zamani dikelilingi tembok tinggi yang kokoh, terbuat dari batu alam yang sama dengan kediaman pribadi Shahenshah Akbar. Dibagian façade gerbang terlihat ukiran-ukiran dan terdapat dua tempat penjagaan di kanan dan kiri. Bagian atas façade terdapat 2 balkon simetrikal, yang diatapnya berdiri 2 Chhatris (menara kecil beratap kubah, yang merupakan elemen arsitektur khas Rajastan).

Kami berjalan melalui gerbang dan memasuki bagian dalam istana. Kompleks istana ini dahulunya diperuntukan Mariam Uz Zamani. Tata letak bangunannya memberikan kesan bagian kompleks ini sangat terlindung. Dihadapan kami sebuah lapangan luas dengan bangunan dua lantai yang mengelilinginya. Dihadapan seberang kami adalah bangunan dimana dahulu adalah Kuil Pribadi Mariam Uz Zamani.  Kedua bangunan disisi kanan dan kiri adalah kediaman pribadi Mariam Uz Zamani. Sisi kanan diperuntukan kediaman dimusim dingin dan kiri untuk kediaman saat musim panas.  Kuil pribadi Mariam Uz Zamani sudah tak ada lagi patung Dewa Krishna ataupun hiasan altarnya. Yang tersisa hanya altar kosong, dengan tembok yang masih ada lubang tempat menaruh perlengkapan ritual agama Hindu dan patung Dewa Krisna. Menurut Imam-saab ukiran dilubang-lubang tersebut sama dengan yang ditemui pada kuil Hindu dijamannya.
 
 
 



Naubat Khana, Kediaman Raja Birbal, dll
Sebenarnya Fatehpur Sikri masih banyak menyimpan “hidden gems” lainnya, sayang kami tidak sempat mengunjungi dikarenakan keterbatasan waktu. Akan tetapi guide kami Imam-saab sempat menuturkan cerita dari bangunan2 lain itu seperti:

Masjid Jama Fatehpur Sikri yang kemungkinan adalah bangunan pertama yang dibangun disana. Bergaya arsitektur mesjid-mesjid India dan dihias marmer. Memiliki halaman yang luas dan gerbang Buland Darwasa yang menjulang tinggi. Buland Darwasa atau gerbang kemenangan, dibangun Shahenshah atas kemenangan-kemenangan perangnya Gujarat. Bangunan megah setinggi 55 meter bergaya arsitektur khas Mughal.  Lalu masih didalam komples Mesjid ada Makam Sheik Salim Chisti, seorang ulama Sufi terkenal yang menjadi guru spiritual Shahenshah. Sebagai penghormatan Shahenshah kepadanya, maka ketika Putra Mahkota yang amat ditunggu-tunggunya itu lahir ia diberikan nama Salim. Bangunan makam dbuat secara keseluruhan dari marmer dan ‘inlay’ terbuat dari kulit kerang mutiara. Lalu ada Naubat Kana. Terletak selatan kompleks Istana Fatehpur Sikri didepan Hathi Pol atau Gerbang Gajah. Kediaman Raja Birbal: Raja Birbal adalah menteri kepercayaan dan paling di sayangi oleh Shahenshah.  Birbal dikenal sebagai seorang yang cerdik dan bijaksana. Ia adalah seorang yang menganut agama Hindu. Seperti halnya juga Raja Maan Singh, Bhagwan Das dan Todar Mal. Bangunannya bergaya ‘Chajjas’ atau mendatar/horisontal. Saat tertimpa sinar matahari maka bayangan yang jatuh adalah mencuat dari bawah ke atas seperti grafik naik.

Waktu sudah menunjukkan saat Shalat Jumat bagi Imam-saab dan kami pun bergegas meninggalkan kompleks istana. Diluar gerbang minibus listrik telah menanti. Kami merasa amat terkesan dengan keramahan dan penuturan sejarah yang disampaikan Imam-saab.


“Baby Taj”
Setelah makan siang perjalanan pun dilanjutkan dengan ditemani guide utama kami Sanjay Kumar Khumar-saab, seorang Doktor dibidang sejarah. Sanjay Kumar-saab memulai ceritanya selama perjalanan singkat ke bangunan Tomb of I'timād-ud-Daulah. Sebuah moseleum yang dibangun atas perintah Nur Jahan untuk Mirza Ghiyas Beg ayahnya. Nur Jahan adalah istri kesayangan Jahangir (Salim) yang memilki darah Emir dari Persia.  Ayahnya melarikan diri dari sana karena alasan politik dan kemudian diberikan gelar I'timād-ud-Daulah (pilar negara) oleh Jahangir. Nur Jahan (Cahaya Dunia) adalah gelar yang diberikan Jahangir kepadanya. Ia terlahir dengan nama Mehr-un-Nisaa. Nur Jahan adalah Bibi dari Mum Taz, istri kesayangan dari Shah Jahan, yang membangun Taj Mahal.
I'timād-ud-Daulah bangunan makam yang berarsitektur Mughal. Terletak ditepian sungai Yamuna, masih di wilayah Agra dibangun 1622 - 1628.  Menurut Sanjay Kumar-saab makam ini sering disebut sebagai "Jewel box" atau “Kotak Perhiasan”, bahkan sering pula dikenal dengan nama "Baby Tāj" 


Kendaraan stop sejenak agar kami bisa memandangi keindahan bangunan I'timād-ud-Daulah dari seberang sungai Yamuna. Sungainya sendiri terlihat relatif bersih walaupun airnya keruh tercampur erosi tanah. Menyeberangi jembatan dari kendaraan kami masih terus dapat memandang kearah I’timad-ud-Daulah sambil menikmati indahnya pantulan cahaya matahari senja diatas sungai. Diujung jembatan kami berbelok ke kiri dan memasuki halaman luar I'timād-ud-Daulah. Di halaman luar kami disuguhi “sneak peek” bagaimana nanti megahnya arsitektur gerbang utama Taj Mahal yang akan kami kunjungi besok pagi. Bagian façade Gerbang Utama I'timād-ud-Daulah didominasi Red Sand Stone dengan 3 ‘arch’ lengkungan ditengah.
 
 

Sanjay Kumar-saab menerangkan bahwa para ahli menyimpulkan I'timād-ud-Daulah adalah bangunan yang arsitekturnya menjadi awal peralihan ciri bangunan Mughal, yang selama ini di dominasi pemakaian Red sand stone menjadi Marmer Putih berhias ‘inlay’ pietra dura. Sama halnya dengan bangunan Mughal lainnya maka I'timād-ud-Daulah juga sangat memegang teguh filosofi simetris. Hanya satu elemen yang asimetris dari bangunan ini. Hal itu adalah penempatan batu sarkofagus Ibunda dari Nur Jahan yang dimakamkan belakangan setelah ayahnya. Satu hal yang menjadikan kita yakin bahwa bangunan ini dijadikan semacam acuan bagi Taj Mahal nanti. I'timād-ud-Daulah ini dianggap sebagai cikal bakal bangunan Taj Mahal yang maha megah itu. Peralihan dari gaya arsitektur Mughal pada Makam Raja Humayun (ayah dari Shahenshah Jalaluddin Muhammad Akbar) di Delhi dan Makam Shahenshah Akbar sendiri di Sikandra, yang kemudian pada akhirnya terciptanya maha karya arsitektur Mughal yang kita kenal dengan nama Taj Mahal.

 

Kami melangkah melewati bangunan gerbang.  Mata kami pun langsung disuguhi pemandangan indah kebun khas gaya Persia. Design kebun geometris bersilang-silang yang tersekat-sekat oleh aliran air kolam dan jalan setapak. Luas bangunan makam besarnya kira-kira hanya 23m persegi ditutupi Mamer putih Rajastan.  Inkya dihias batu Lapiz Lazuli, Onyx, Topaz, Jasper dan Cornelia. Semua batu-batu tadi juga dipakai di Taj Mahal. Bangunan makam ini berbentuk persegi empat dan pada keempat sudutnya menjulang menara yang bagian bawahnya hexagonal dan atas bulat setinggi 13 meter. Bagian atas menara berbentuk kubah gaya Chhatris seperti yang kita temukan di Fatehpur Sikri. Dibagian tengah atas atap luar terdapat satu kubah utama. Sumber cahaya masuk lewat tembok marmer yang dilubang-lubangi (Jali Screen) dengan motif dua bintang menyatu. Sebuah design yang secara sepintas mirip Star of David bangsa Yahudi, akan tetapi jika dilihat seksama adalah 2 bintang yang disatukan (interlocking stars). Design hiasan didominasi vas dengan buket bunga, gambar pohon Cypress (sejenis phon cemara), botol-botol minuman anggur.


Berjalan lurus melewati kebun maka kita akan sampai dibangunan serba merah, dihias gambar botol-botol anggur ditembok eksteriornya. Dari balkonnya kita dapat menikmati keindahan Sungai Yamuna yang bermandikan pantulan cahaya matahari menjelang senja. Diseberang kiri tampak matahari diufuk barat tepat diatas jembatan sungai Yamuna. Such as romantic  place built as a tomb. Sebelum matahari terbenam kami pun meninggalkan I'timād-ud-Daulah. Esok pagi sebuah kemegahan maha karya arsitektur Kekaisaran Mughal menanti kedatangan kami. How exciting.





Hari terakhir Kunjungan di India
Bagi kebanyakan orang Taj Mahal adalah “La Pièce de résistance” kunjungan wisata yang tak boleh terlewatkan. Oleh karenanya guide kami menempatkannya dihari terakhir.

Setelah berkemas koper kami memutuskan untuk mencoba fasilitas Spa di hotel. Kami pun terkejut menemukan kata-kata Balinese deep tissue massage. Hemm ternyata ada satu lagi hal yang terkenal tentang Indonesia diluar negeri.  

Bangun pagi ini  terasa malas, masih ingin lebih lama di Agra mendatangi tempat-tempat bersejarah lainnya. Masih belum sempat melihat makam Kaisar Mughal,  yang seorang kesatria tangguh dan pembawa perubahan besar, Shahenshah Jalaluddin Muhammad Akbar. Lalu tentunya  makam Mariam Uz Zamani permaisuri belahan jiwa sang Shahenshah. Bahkan kompleks Fatehpur Sikri sendiri belum lengkap kami telusuri. Apa daya waktu cuti yang terbatas mengharuskan kami pulang tepat waktu.

All our bags are packed and early checked out are done. Now we are ready to explore Taj Mahal. Kedua Sanjay-saab telah menanti kami di lobby hotel. Sanjay Gupta-saab sopir kami dan Sanjay Kumar Sukhla-saab guide kami yang seorang Doktor Ilmu Sejarah.

 
La Pièce de résistance
Pagi dimulai dengan pengantar dari Sanjay Kumar-saab, agar kami berhati-hati disana karena jumlah turis yang masuk akan jauh lebih banyak dibanding Faterpur Sikri. Sanjay-saab bercerita Taj Mahal (Mahkota Istana) mulai dibangun tahun 1632 untuk Makam  Mum Taz Mahal (Permata Istana Kerajaan)  istri tercinta belahan jiwa Shah Jahan. Mum Taz terlahir dengan nama Arjumand Banu Begum. Berdarah kebangsawanan Persia, masih keponakan dari Permaisuri Nur Jehan isri dari Kaisar Jahangir.  Mum Taz meninggal pada usia 38 tahun setelah melahirkan anak ke 14 nya. Taj Mahal dibangun oleh Kaisar Mughal Shah Jahan (terlahir dengan Pangeran Khurram, putra kesayangan yang menggantikan Jahangi). Pangeran Khurram terlahir dari istri Jahangir yang bernama Manmati (bergelar Bilquis Makani).  Seorang Hindu dan Putri Kerajaan Marwar Rajpur. Nama Khurram diberikan langsung oleh Kaisar Akbar saat ia lahir.  


Pembangunan Taj Mahal memakan waktu lebih dari 20 tahun (1632 – 1653). Menggunakan 20 ribu seniman ahli ukir dan ahli bangunanan yang kebanyakan dibawa dari Persia. Gaya arsitektur Mughal yang menggabungkan elemen Islam, Persia, Turki Ottaman, Hindu, India. Pembangunannya yang masif hampir menguras habis uang kas Kekaisaran. Pangeran Aurangzeb geram dan mengkudeta lalu memenjarakan ayahnya itu di salah menara di Agra Fort. Sisa hidupnya dihabiskan memandang dari jendela kearah seberang Sungai Yamuna, dimana Taj Mahal berdiri. Monumen super megah pernyataan cinta abadi seorang Kaisar kepada istrinya.

Mobil melaju pergi meninggalkan hotel menembus keramaian dalam kota Agra. Tak lama kemudian kami tiba di mulut jalan akses masuk ke kompleks Taj Mahal.  Melanjutkan berjalan kaki sekitar 1 Km kedalam kompleks. Kami berjalan kaki yang ternyata cukup merepotkan karena mata harus jeli menghindari kotoran sapi dan unta.  Jalur antrian terbagi dua,  satu jalur untuk turis asing (fast forward tickets) dan satu lagi turis domestic yang panjang antriannya. Kemudian kita melewati metal detector gate dan satu lagi check point pemeriksaan tas. Penjagaan disekeliling kompleks sangat ketat begitupun check point pmeriksaan tas. Mereka tak mau ambil resiko dari gangguan tak terduga orang-orang yang berniat jahat. Apalagi Taj Mahal adalah situs bangunan sejarah yang termasuk dalam 7 Keajaiban Dunia yang dilindungi Unesco.

The Great gate (Darwaza-i rauza)
Selesai melewati antrian kami mengarah ke halaman dekat bazaar. Gerbang Utama amat megah didominasi bukan hanya oleh Red sandstone tetapi juga marmer putih. Semacam intro dari kemegahan yang akan kami saksikan segera. Bentuknya hampir mirip dengan gerbang utama di I'timād-ud-Daulah (Baby Taj) di Agra kemarin. Akan tetapi yang satu ini dalam skala jauh lebih besar dan megah. Gaya arsitektur terindah kaum Mughal dengan pintu-pintu ‘pointed arch’ (lengkung berujung lancip) menjulang tinggi. Disana sini dihias penuh oleh Marmer Putih dan ‘inlay’ semi precious stones. Sebuah simbol transisi dari alam nyata (duniawi) ke alam spiritual. Lagi lagi bangunan di hias menara.  Sebuah caligraphy besar terbentang di tengah atas gerbang bertuliskan ayat Quran yang dibuat dengan teknik ‘inlay’. Menurut penuturan Sanjay Kumar-saab arti tulisannya "O Soul, thou art at rest. Return to the Lord at peace with Him, and He at peace with you." Terjemahkan bebas sbb: “Wahai kau jiwa, beristirahatlah. Kembalilah kepada Nya (Tuhan mu) dengan damai, maka Ia pun berdamai dengan mu”.




Kemudian Sanjay-saab mengajak kami  memasuki gerbang dan “lo and behold” sebuah pemandangan menakjubkan.  Kami terhentak diam ditempat dan berhenti bernafas sedetik. Terkagum memandang Taj Mahal  sedemikian besarnya.  Kami masih harus berjalan lagi sekitar 200 meter sebelum bisa menginjakan kaki di anak tangga berandanya. Sinar matahari pagi hari dankabut tipis yang masih menyelimuti membuat Marmer putih di eksterior Taj Mahal memantulkan warna putih nan lembut. Walaupun ribuan orang ada disana akan tetapi semua mata memandang kesatu arah yaitu ke Taj Mahal. Aura keheningan dan kemegahan disertai cerita latar belakang yang epik membuat semua suara disana terasa hilang.  Jika saya diminta menggambarkan dalam kata-kata, maka saya akan memakai analogi seseorang yang sedang duduk mengenakan ‘noice canceling earphones’ menikmati irama music magis. Dibawah kami terbentang taman luas dan ‘Reflection Pool’ (kolam pantulan cahaya) memanjang sampai dekat kaki beranda utama Taj. Diwaktu tertentu saat cahaya matahari persis jatuh dimuka Taj Mahal, maka bayangannya bisa kita lihat memantul dikolam.  Setelah terpukau sejenak kami pun disadarkan kembali oleh suara panggilan Sanjay Kumar-saab yang mengajak lanjutkan berjalan dan berfoto.  

Mausoleum (Rauza-i munauwara)
Puas befoto-foto  maka kami terus berjalan mendekati anak tangga beranda bangunan utama Taj Mahal. Sepatu harus dibungkus kantung kain untuk melindungi lantai marmer.  Kemudian menaiki anak tangga yang membawa kami ke beranda berlantai marmer. Lagi-lagi disini ada 2 antrian. Satu yang fast forward turis asing dan satu lagi untuk antrian panjang turis lokal.  Sambil menikmati bangunan Makam Taj Mahal dari beranda, Sanjay Kumar-saab lanjut bercerita tentang filosofi arsitektur Mughal yang berlandaskan simetri (pengaruh nenek moyang mereka yang Persia). Bangunan utama terbagi atas 3 bagian: bagian dasar yang menjadi beranda yang mengelilingi bangunan utama, lalu bangunan utama ‘Tomb’ dan 4 menara.  Bangunan Rauza-i munauwara terbungkus batu marmer putih dari lantai sampai ke kubah dan menara. Keempat menara ini dibuat sedemikian rupa berdiri dengan sudut kemiringan sedikit menjauh kearah luar bangunan utama. Hal ini dimaksud apabila suatu saat terjadi gempa dan menara runtuh maka arah jatuhnya akan menjauhi bangunan utama. Sanjay Kumar-saab lanjut menerangkan beberapa caligraphy yang tertulis di pintu masuk ke ‘inner sanctum’ Rauza-i munauwara.    




Kaligraphi di Taj Mahal
Dikeseluruhan eksterior Taj Mahal dihias kaligraphi yang diambil dari ayat-ayat Al Quran. Semua dibuat dengan teknik ‘inlay’ yang mengunakan marmer hitam dan batu Jasper. Kaligraphi diatas pintu gerbang utama berbicara tentang memasuki surga yang damai. Maka semakin kedalam bunyi ayat-ayat  berangsur berubah. Ketika kita sampai di pintu utama makam yang bercerita tentang ancaman neraka bagi mereka yang tak beriman kepada Hari Akhir. Menurut Sanjay-saab disarkofagus Mum Taz ayang dilantai basement ada tertuliskan 99 Nama Baik Allah diukir dalam kaligraphi yang indah.



Semua hiasan di Taj Mahal mengikuti hukum Islam yang melarang adanya penggambaran binatang atau manusia. Oleh karena motif bunga-bunga dan tanaman mendominasi dan juga kaligraphi. Menurut para ahli sejarah kaligrafi ini dipilih dan dibuat oleh  Abd-ul-Haq seorang ahli kaligrafi yang diberi gelar Amanat Khan Sharizi oleh Shah Jahan. Ayat-ayat yang diambil adalah:

Surat Ya Sin:36 (Maha Suci Allah menciptakan semua berpasang-pasangan), Surat Az-Zumar:39 (Rombongan), Surat Al-Fatihah:48  (Kemenangan), Surat  Al-Mulk:67 (Maha Berkat), Surat Al-Mursalat:77 (Dia yang diutus), Surat At-Takwir:88 (Menggulung), Surat Al-Infitar:82 (Bila langit terbelah), Surat Al-Inshiqaq: 84 (Terbelah),  Surat Al-Fajar:89 (Matahari terbit), Surat Ash-Shams:91 (Matahari), Surat Ad-Dhuha:93 (Cahaya pagi), Surat Al-Inshirah:94 (Kelapangan), Surat At-Tin:95 (Buah Fig), Surat Al-Bayyinah:98 (Pembuktian) dan Surat Al-Ikhlas:112 (Keesaan Tuhan)


Kita pun berdesakkan tetapi tertib memasuki bagian dalam makam. Suasana tiba-tiba pun hening. Orang-orang berbicara dengan nada berbisik disini. Dilarang keras memotret di dalam makam ini dan penjagaan semakin ketat. Memasuki pintu beberapa langkah kita terhenti, didepan kita ada lubang dengan tangga ke ruang bawah tanah.  Ini adalah jalan masuk  sarkafagus  asli Mum Taz Mahal dan Shah Jahan. Sanjay-saab bilang kepercayaan melarang manusia yang masih hidup berjalan langsung melangkahi sebuah makam. Makanya sarkafagus asli keduanya berada dilantai bawah tanah terlindungi. Kita terus antri melewati pintu kecil yang membawa kita ke ‘inner sanctum’ atau sarkofagus (batu pusara). Pusara Mum Taz Mahal tepat berada di garis tengah bangunan dan disamping kanannya (melenceng dari filosofi arsitektur yang ketat mengikuti simetri tata letak) adalah pusara suami tercintanya yaitu Shah Jahan.  Kedua sarkofagus mereka dikelilingi tembok marmer yang dilubang-lubangi (Jali Screen). Kita hanya bisa mengintip saja sarkofasgus yang dihias batu marmer putih sederhana. Saya sempat memotret asal jerpret dengan camera Hp yang dimatikan suara dan lampu kilatnya. Tetapi hasilnya tak bisa maksimal.

Kubah Maha Karya Arsitektur Mughal
Sanjay-saab mengajak kita berhenti dan menepi di dalam makam dan memandang keatas. Maka tampaklah hasil maha karya aristektur Mughal. Tak banyak orang memperhatikan bagian ini. Karena mereka asyik dengan pusara pasangan abadi ini. Bagian dalam (lapis kedua) dari ‘double dome’ atau kubah di dalam kubah (sering disebut dengan Kubah Bawang karena bentuk luarnya)  yang menghias bagian tengah atap inner sanctum Taj Mahal. Sebuah teknik bangunan yang merupakan titik kulminasi maha karya arsitektur Mughal.  Bagi saya pribadi cungkup kubah yang terbuat dari marmer adalah bangunan paling spektakuler dari keseluruhan bangunan di Taj Mahal ini. Tinggi keseluruhan kubah ini sama dengan lebar bagian dasar bangunannya sendiri yaitu 35 meter. Tingginya bagian tengah dalam yang menjulang 7 meter keatas berbentuk silindris. Bagian dalam kubah dihias gabungan dekorasi gaya tradisional Hindu dan Islam.

Beranjak keluar bangunan utama kami menikmati pemadangan spektakuler betapa luas dan indahnya kompleks makam ini. Dari beranda belakang bangunan utama kita bisa menikmati indahnya sungai Yamuna dan dikejauhan kita bisa melihat bangunan Agra Fort. Tepatnya bagian dimana terletak Jasmine Tower tempat Shah Jahan dipenjara dan menghabiskan sisa hidupnya. Sanjay-saab menunjukkan ke tanah kosong diseberang sungai, hampir dalam garis lurus dengan Taj. Menurut Sanjay-saab diperkirakan itu adalah bekas situs dimana Shah Jahan akan membangun Black Taj. Konon  sebagai mosleum serba hitam terbuat dari Marmer Hitam, untuk dirinya sendiri. Akan tetapi nasib menentukan lain. Ia dimakamkan disamping istri tercinta Mum Taz Mahal.



Menurut Sanjay-saaab Shah Jahan sendiri pernah menggambarkan Taj Mahal. Berikut terjemahan bebas dari saya: “Apabila seorang yang bersalah mencari perlindungan disini, ia akan diberikan pengampunan dan diampuni dosanya. Jika seorang pendosa menemukan jalannya masuk kesini, maka semua dosa-dosa masa lalunya akan tercuci bersih. Istana ini memancarkan rasa kesedihan nan mendalam, bahkan matahari dan bulan pun meneteskan air mata karenanya. Sebuah bangunan yang memperlihatkan kita keindahan sang Pencipta yang telah tercipta di dunia ini”

Dikarenakan waktu  terbatas maka kami tidak mendatangi bagian-bagian lain dari Taj Mahal seperti dua bangunan kembar yang berdiri dengan posisi simetris di kedua sisi kanan-kiri bangunan utama. Salah satunya adalah Mesjid dan satunya lagi digunakan sebagai museum. Kami berjalan perlahan meninggalkan Taj sambil sekali-sekali menengok kebelakang memandangnya. Standing so magnificent and shines so brilliantly in all her glory. Yet so sad and dark saga behind her.


Agra Fort
Kami melanjutkan perjalanan dan tiba di Agra Fort. Sebuah kompleks bangunan Istana yang sangat luas yang dibangun sebagai benteng. Sering disebut sebagai Kota dibalik Tembok. Dipagari tembok setinggi 20 meter, berwarna merah terbuat dari Red Sand stone mengelilingi sepanjang 2.5Km bagian luar, benteng berbentuk mirip telinga ini. Luas keseluruhan Agra Fort 380 ribu meter persegi. Dibagian dalam terdapat satu lapis lagi dinding tembok kedua dan tembok ke tiga. Diantara tembok-tembok terdapat jalan yang mengelilingi. Bagian luar Benteng juga dikelilingi oleh parit lebar yang konon jaman dahulu dipenuhi oleh Buaya-buaya besar untuk mencegah musuh menyebrang masuk. Disekeliling tembok terluar maupun dalam banyak lubang-lubang tempat para pemanah, penembak jitu dan lubang Meriam untuk pertahanan. Bahkan sebagian dari lubang-lubang itu dipergunakan untuk menyiram musuh dengan minyak panas. Bangunan Benteng ini awalnya adalah milik Raja Badal Singh Sikarwar yag diambil alih oleh Sikandar Lodi (1488-1517). Ia menjadi Sultan Delhi yang pertama memindahkan ibukotanya ke Agra dan tinggal di Agra Fort.

Raja Babur kakek dari Shahenshah Akbar mengalahkan Ibrahim Lodi pada pertempuran Panipat tahun 1526 merebut dan menjadikan benteng ini tempat tinggalnya, serta menambah bangunan-bangunan lainnya. Seperti Kakek dan Ayahnya Shahenshah Akbar pun bertahta disini. Letaknya yang dekat dengan Sungai Yamuna juga membuat Agra Fort mempunyai peran penting dan menjadi pusat kekuasaan Kekaisaran Mughal. Bangunan-bangunan istana yang kita lihat sekarang ini ditambahkan oleh Shah Jahan. Tentara India sampai sekarang masih menggunakan bagian utara dari Benteng ini sebagai markas Brigade Penerjun Payung  oleh karenanya Gerbang Delhi yang terkenal itu tak bisa dilewati oleh umum. Turis masuk lewat Gerbang Amar Singh (sebelum diganti oleh penguasa Inggris dahulu bernama Gerbang Akbar).

Kami berjalan memasuki jembatan yang membawa kami ke lapisan kedua tembok benteng kemudian melewati semacam gang yang lalu membawa kebagian dari tembok ketiga. Baru kemudian kita melihat lapangan luas. Di Agra Fort juga ada bangunan yang memiliki nama dan fungsi seperti di Fatehpur Sikri, yaitu Diwan I Am (Balai Pertemuan Rakya) bangunan yang berdinding luar berwarna putih dan dikelilingi ‘pointed arch’ (lengkung berujung lancip). Juga memiliki bangunan Diwan-i-Khas dimana para Kaisar menerima tamu-tamu negara. Karena waktu kami terbatas kami langsung berjalan menuju kebagian istana yang merupakan kompleks tempat para Ratu dan wanita kerajaan tinggal. Dibangun oleh Shah Jahan (1631-40), 'Khas Mahal' atau dikenal juga dengan  'Aramgah-i-Muqaddar', diperuntukan dua putri kesayangannya Jahanara and Roshanara. Dahulu konon di taman ini terdapat kolam dan air mancur yang indah Dibelakang taman berdiri sebuah bangunan yang terbuat dari marmer putih.


Musamman (Saman) Burj atau Jasmine Tower
Dari Khas Mahal kita terus diajak berjalan kesampingnya dan menaiki anak tangga ke lantai atas dimana terletak bagian bangunan yang disebut dengan nama Saman Burj/ Jasmine Tower. Bangunan ini berbentuk oktagonal dihias penuh ‘inlay’ dan marmer putih bermotif bunga-bunga dan memiliki kubah marmer. Sanjay-saab menerangkan dahulu dibangun Shah Jahan sebagai kediaman pribadi Mum Taz  Mahal. Bangunan menara ini memiliki pemandangan indah ke Sungai Yamuna.
Pada tahun-tahun terakhir hidupnya Shah Jahan dipenjara oleh Putra nya yang bernama Aurangzeb di Jasmine Tower. Shah Jahan diasingkan  bersama putri kesayangannya yang bernama Jahanara Begum. Ia mengalami depresi berat karena kesedihan yang mendalam sejak kematian istri tercintanya. Tak henti ia memandangi keluar jendela kearah Taj Mahal yang berdiri megah disisi seberang Sungai Yamuna.

Jahangiri Mahal
Dari Jasmine Tower kami turun dan mengarah keluar benteng dan melewati bagian depan dari The Mahal yang dikhususkan sebagai istana para wanita bangsawan (Zenana). Menurut cerita Sanjay-saab istana ini diperuntukan istri-istri Shahenshah Akbar yang berasal dari Rajpur. Bangunan yang terbuat dari Red sandtone ini adalah perpaduan arsitektur Hindu dan Asia Tengah. Dibangun oleh Shahenshah Akbar sebagai tanda cinta kasihnya atas putra mahkotanya Jahangir (Salim). Permaisurinya dari Kaisar Jahangir yang bergelar Nur Jahan berkediaman resmi disini.

Di dalam benteng ini diperkirakan terdapat 500 bangunan besar & kecil yang dibangun dengan pengaruh arsitektur Bengal dan Gujarat. Namun sebagian dibongkar oleh Shah Jahan dan diganti menjadi bagian istana dengan batu marmer putih.

Kami pun akhirnya keluar dari Agra Fort berdiri diujung jembatan benteng dan menanti datangnya mobil.  Kunjungan ke Agra Fort relatif singkat karena dikejar waktu. Tak mau ambil resiko ketinggal pesawat, kami memutuskan sudah harus berada di Bandara Indira Gandhi, New Delhi 3 jam sebelum waktu boarding.



A Glimpse of New Delhi
Kendaran kami memasuki wilayah Greater Noida dekat luar kota New Delhi. Akhirnya kami bisa juga melihat pemandangan dalam kota New Delhi walapun itu malam hari. Minggu malam itu lalu lintas Newe Delhi padat. Pak Sopir kami Sanjay Gupta-saab menghubungi mobil satu lagi yang membawa koper-koper kami. Mereka koordinasi alamat tempat kita akan berkunjung malam ini. Masih ada satu lagi kunjungan wajib yang akan kami lakukan.  Sekitar jam 18:30, setelah melewati kepadatan dan kemacetan lalul-lintas dibantu oleh Google map, kami pun sampai di tujuan. Kedutaan Besar Rep. Indonesia terletak di Kautilya Marg, Chanakyapuri, New Delhi. Betapa senangnya akhirnya bisa bertemu langsung dengan Bapak dan Ibu Dubes RI. Selama ini saya sering ngobrol dengan Ibu lewat Whatsapp atau facebook. Kami pun disambut penuh kearamahan bahkan sempat makan malam sambil ngobrol-ngobrol ringan tentang wisata di India. Kami bahkan sempat menyegarkan diri dan re-packing beberapa oleh-oleh yang kami beli di Agra tadi siang. Karena jarak yang tak begitu jauh dan lalu lintas sudah mencair maka kami baru berangkat ke bandara sekitar jam 21:00.

Au Revoir India
Tiba di Indira Gandhi International Airport langsung chek in dan jalan-jalan di dalam bandara cari oleh-oleh yang masih kurang. Maklum kami tak banyak kesempatan belanja oleh-oleh selama di Agra karena jadwal yang padat. Kira-kira jam 1 pagi pesawat kami lepas landas meninggalkan India. Sekali lagi saya memandang keluar jendela pesawat. Kali ini kabut sudah mereda di New Delhi sehingga saya bisa menikmati kerlip cahaya perkotaan dibawah.

Rasa keingin-tahuan kami untuk masih belum terpuaskan karena tak sempat mengunjungi bagian lain dari kompleks Fatehpur Sikri. Sama hal dengan Fatehpur Sikri yang memberikan suatu perasaan yang sulit digambarkan dengan kata-kata maka Taj Mahal pun meninggal kesan yang sama besarnya.  Adalah sebuah kehormatan dan anugrah besar bagi saya pribadi jika bisa menapakan kaki, menikmati keindahan dan kemegahan sebuah bangunan bersejarah.  Semoga masih bisa kembali lagi ke Agra dan kota-kota penuh sejarah lainnya seperti Udaipur dan Jodhpur.
Good bye India. Sukriya Agra for introducing me to your enchanting Fatehpur Sikri and magnificent Taj. I pray and hope to visit you again soon. Namaste.









1 comment:

  1. sweeeeeeeeeeet,,,, amazing journey sist,,, duuuuh gusti kepengeeen bangget kesana,,, oiya,,, bolehkah aku tanya,, berapa biaya yang keluar selama disana? kalau berkehendak kita bisa WA 081324156000 ,,,

    ReplyDelete