Saturday, April 18, 2015

RECAP DAN ULASAN JODHA AKBAR EPISODE 486 ZEE TV 17 APRIL 2015 – KEMBANG TANJOENG


Adegan dibuka dengan Salim dan Qutub di bazaar. Salim berkata kepada Qutub bahwa dirinya diperintahkan Shahenshah untuk bekerjasama dengan Murad dalam perang nanti. Murad akan menjadi Senapati berarti Salim akan berda di bawah komandonya. Salim kesal karena merasa Jalal tidak mempercayai kemampuannya. Qutub berusaha menetralkan dengan berdalih mungkin Shahenshah mempunyai maksud khusus dalam strategi ini. Salim melihat Anarkali di kejauhan. Dia turun dari kudanya dan segera menghampiri Anarkali yang beranjak pergi. Anarkali ditariknya ketempat sepi dan Salim mereka saling memandang. Anarkali bilang Salim tak boleh menemuinya. Salim bertanya kenapa dia menulis surat yang meminta melupakannya. Kata Salim dia tak bisa melupakan. Anarkali memuji Salim yang kemarin kuatir akan ibunya Jodha dan dia tahu semua tentang Salim karena dia memperhatikannya. Salim berterima kasih karena ternyata Anarkali sangat memperhatikan dirinya walau tak bisa berjumpa. Mereka saling berpandang lagi sebelum berpisah.                                                                    
 
Malam itu Jalal dan Jodha tampak berjalan bergandengan tangan mesra. Mereka berjalan di taman istana menuju kolam Anoop Talao. Sepanjang adegan ini Jalal tak melepaskan tangan istrinya itu sedetikpun. Raut wajah mereka pada awalnya santai ,tapi lama kelamaan kedengarannya percakapan mereka serius mengenai perang yang akan segera tiba. Jalal berkata: "Tak lama lagi aku akan pergi berperang dan kita tak dapat sering bersama lagi" Jodha memandang suaminya dan berkata: "Apke sa kyu kara hei. Itulah sebabnya Ap hume pura visvas hei. Aku memiliki keyakian penuh. Apse ghara lauege. Kau akan kembali kepada ku dengan kemenangan. Jalal: "Aku akan berperang karena aku membela suatu kebenaran" Jodha: "Jangan kuatir Shahenshah Tuhan selalu melindungi mereka yang melangkah di jalan yang benar. Aku yakin kau akan memenangkan perang ini". Mereka sampai di panggung di tengah Kolam Anoop Talao dan berhenti berdiri disana sambil terus saling memadang. Jalal lalu berkata: "Perang ini adalah juga sebuah ujian bagi mu Jodha" Jodha bingung akan perkataan Jalal ini: "Apa yang kau maksud Shahenshah? tanya Jodha. Jalal menjawab: "Saat aku pergi perang nanti aku inginkan kau yang memimpin pemerintahan dan membuat keputusan-keputusan. Kau harus dapat menegakkan keadilan bagi rakyat kita selam aku tak berada disini." Jodha menjawab: "Āpa cintā mata hai Shahenshah. Jangan kuatir Shahensahah. Aku akan melaksanakan amanah mu dengan sebaik-baiknya Shahenshah" Jalal lanjut berkata: "Hum jante Jodha Begum. Aku yakin itu Jodha. Ada saat nya nanti dimana kau akan sulit menentukan suatu keputusan. Akan tetapi kau harus selalu yakin, dalam membuat sebuah keputusan yang tersulit sekalipun. Saat aku berada jauh di medan perang aku akan mempercayakan kerajaan dan rakyat ku kepada mu Jodha. Aku yakin aku berada di jalan yang benar. Masalah akan terus datang silih berganti. Aku harus selalu siap untuk menghadapi semua dan menyelesaikannya. Fateh humari hogi. Semoga aku kembali membawa kemenangan" Jalal kemudian merangkul dan mengajak Jodha masuk. Catatan saya: Oh My God. Adegan yang selintas simple mampu membuat bulu kuduk saya berdiri. Ikutan bangga akan kalimat-kalimat yang terucap. Serasa berada di Anoop Talao nguping percakapan Jalal dan Jodha. Acting mereka berdua yang kuat dan chemistry yang pas membuat adegan ini powerful. Tampaknya set studio yang baru sejak Shah Iran Track menampilkan suasana istana Fatehpur Sikiri. Karena kolam dimana Jalal dan Jodha malam ini berada design nya mirip dengan Anoop Talao disana. Begitu juga dengan Selasar dimana Jalal dan Jodha berjalan sehabis Ganghaur di episode lalu.              
 
Murad, Salim, Daniyal dan Qutub tampak serius berdiskusi sambil melihat peta di ruang Divan-i-Khas. Mereka membicarakan strategi perang nanti. Murad menginginkan agar penyerangan di lakukan dengan kapal-kapal. Sementara Salim berkata: "Pendapat ku lebih baik dengan invantri (pasukan berjalan kaki). Murad membantah: "Ji nehi. Tidak bukan begitu. Jika pasukan harus berjalan kaki melewati Kabul mereka akan kehabisan tenaga sebelum perang dimulai. Berjalan kaki terlalu lama! Mereka akan naik Unta saja!" Murad kesal dan mengingatkan Salim: "Baijan kau harus ingat aku lah Senapati yang memimpin perang ini!" Salim yang mersa lebih berpengalaman perang mengejek: "Kau tahu apa sih??? Memangnya kau sudah ikut berperang berapa kali??? Aku lebih tahu dari mu soal ini!!!" Mereka lalu lanjut bersilang pendapat, tentang cara melewati wilayah Kabul dan tentang medan yang sulit juga persediaan air. Murad menjawab kesal: "Aku mengenal baik kemampuan pasukan ku!!!" Salim tak mau kalah: "Aku lebih tahu!!! Aku sejak kecil telah hidup bersama mereka!!! Silahkan kau tanyakan sendiri kepada mereka. Pendapat ku benar atau salah???" Murad menjawab sengit: "Aku akan menentukan kekuatan pasukan kita ini. Mereka akan bertempur sesuai perintah dari ku!!! Salim meledek: "Tahu apa kau tentang cara berperang!!! Aku tak habis pikir kenapa Shahenshah menunjuk mu sebagai Shah Shah???" Murad terpancing marah: "Cukup Baijan!!! Kau akan berada di bawah komando ku nanti. Kata-kata ku adalah hukum. Berarti kau harus tunduk pada perintah ku!!! Salim mendekat dan menantangnya dengan kata-kata: "Jo Ap hukum nehi ap to!!! Dan jika tak ku turuti? Lalu apa!!!" Murad: "Perintah dari ku jelas demikian!!! Murad panas hatinya dan memegang kencang lengan Salim: "Aku bisa membuat mu tunduk pada perintah ku!!!" Salim memadang geram dan mendorong Murad sampai jatuh ke meja peta. Maka tak terelakan merekapun saling medorong. Daniyal dan Qutub berusaha melerai mereka. Jalal yang berjalan masuk kaget melihat kejadian ini. Jalal marah dan menarik memisahkan mereka: "Apa-apan kalian ini!!! Kemudian Jalal mengambil pedang dan memberikan kepada mereka berdua: "Kalau begitu ayo kalian berdua silahkan sekagus saling bunuh dengan pedang. Aku tak habis pikir kepada kalian berdua??? Kalian adalah putra ku. Daripada kalian buang-buang tenaga berkelahi satu sama lain lebih bagus kalau kemarahan mu itu ditujukan kepada musuh. Musuh kita akan langsung menang tanpa perlu berbuat apa-apa. Sudah lupa kah kalian bahwa mereka sengaja mengadu domba kita? Mereka sudah ikut campur urusan dalam negeri dan keluarga kita!!!" Murad langsung sadar berkata: "Aku mohon maaf Baijan" Mereka berdua pergi. Sedari tadi Hamida menyaksikan dari luar dengan penuh ketegangan. Jalal menyadari hal ini dan ia pun kuatir.                            
 
Adegan menampakan Hamida yang sedang berdiri termenung sedih di ruang museum istana. Angin kencang dari luar bertiup dan masuk kedalam ruangan. Gulbadan masuk menghampiri: "Babhijan Ap yaham ka karenge? Kakak apa yang kau lakukan disini? Aise lata hai jaise tuphana jane vala hai. Tak kau lihat angin bertiup kencang? Hum darwasa banda. Aku akan menutup pintu dulu" Gulbadan menutup pintu rapat-rapat. Guldaban: "Kya hoa babhijan? Apa yang kau pikirkan Kakak?" Hamida: "Hamē isqh tūphāna kō apanē sē pahalē rukanā Aku ingin menghentikan badai yang melanda keluarga dan kerajaan ini. Aku akan menghentikan sebelum perang ini terjadi" Hamida dan Gulbadan berbincang tapi tak diperdengarkan apa yang mereka bicarakan. Suara narator berkata Hamida akan berusaha agar perang antara Mughal dan Iran tidak terjadi akan tetapi usahanya ini justru akan menuai badai besar lainnya.                        
 
Sementara itu Jodha tampak sedang duduk berdoa kepada Kahna (Dewa Krishna) dikamarnya. Hamida datang menghampiri dan mencegah angin agar tak memadamkan nyala api Diya (lentera doa) Jodha. Kemudian Jodha menyadari kehadirannya dan memberi salam hormat. Jodha berkata: "Amijan kau adalah seseorang yang terpuji. Kau mengerti bahwa berdoa kepada Khuda dan kepada Ishwra (Dewa) adalah sama saja" Hamida: "Kau benar Jodha. Tetapi aku memiliki sebuah pertanyaan untuk mu" Apa yang kau inginkan Amijan? tanya Jodha. Hamida: "Bukan kah kau tadi mengatakan berdoa kepada Khuda (Allah) dan Ishwar (Dewa) sama saja. Benar kah kau berpendapat begitu? Jodha: "Tentu Amijan. Kau terlihat sedang memikirkan sesuatu? Katakan lah pada ku" Hamida memandang Jodha dengan rasa sedih: "Ya aku mempunyai permohonan untuk mu Jodha" Jodha: " Apa yang kau pikirkan?" Hamida berkata perlahan: "Kau tahu ibu mu ini adalah seorang Mariam Makani. Aku harus melakukan tugas-tugas ku" Jodha bingung: "Apa hubungannya dengan hal ini?" Hamida: "Sulit bagi ku mencari kata-kata untuk mengutarakan nya pada mu. Aku tahu permintaan ini akan terasa berat bagi mu. Akan tetapi hal ini teramat penting bagi keseluruhan kerajaan ini" Hamida tak kuasa menahan sedih dan berbicara sambil melihat kearah Mandir. Lalu ia berdiri dan dikuti Jodha. Hamida tetap bingung bagaimana cara mengatakan kepada Jodha dan ia pun diam berdiri disana. Jodha: "Amijan?" Mata Hamida mulai berkaca-kaca akhirnya berkata: "Hume … Hume jānte keh … Hume jante keh. Aku … aku ingin …. Aku ingin memohon kau mau pindah keyakinan. Tum Islam qubul karo Jodha. Kau menerima Islam sebagai agama mu Jodha" Jodha terkejut dan terdiam tak percaya akan apa yang didengarnya. Hamida tetap membelakangi dan tak berani memandang Jodha. Jodha berdiri di hadapan Hamida. Jodha dengan mata berkaca-kaca dan memegang bahu Hamida. Nafas Jodha tampak sesak menahan rasa sedihnya. Jodha berkata: "Amijan apakah aku tak salah mendengar? Benarkah apa yang kau katakan barusan?" Hamida tetap tidak berani menatap Jodha. Ia menjawab lirih: "Benar kau tak salah mendengar. Itu adalah perkataan ibu pada mu" Jodha: "Bukankah kau yang kemarin melarang ku ketika aku akan meminta ijin pindah agama?" Hamida menjawab: "Sebagai Ibu mu aku melarang mu akan tetapi kali ini, sebagai Mariam Makani aku memohon kau merubah keyakinan mu. Aku bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan keluarga ini. Sekarang keluarga kita akan tercerai berai karena pertikaian. Kakak beradik berkelahi, Ayah dan putra nya bertikai, dan hubungan baik kita dengan Iran akan terancam terputus. Belum lagi betapa banyak nyawa akan terenggut dalam perang nanti. Bukankah semua itu akan terhindari dengan satu keputusan dari mu Jodha? Aku mohon kau menerima Islam" Jodha: "Lalu bagaimana dengan Shahenshah? Apa yang akan dikatakannya?" Hamida: "Aku tahu dia akan marah pada mu. Tetapi pikirkanlah dengan pindah keyakinan semua akan jadi baik-baik saja bukan? Salim akan bisa dinobatkan jadi Calon Raja, Khannum akan bisa menikah dengan Pangeran nya, hubungan kita dengan Iran akan pulih, dan tak akan ada korban nyawa. Ini adalah kali pertama aku sebagai ibu  memohon satu permintaan ini dari mu. Selamatkan lah keluarga kita ini. Dengan segala kerendahan hati, aku merapatkan kedua belah tangan ku, memohon" Jodha menjawab: "Kedua tangan mu itu layakmya hanya diperuntukkan memberkati bukan untuk memohon" Jodha mencium kedua tangan Hamida dan ia puntak kuasa menagis terisak-isak sambil memandang patung Dewa Krishna (Kahna). Jodha lanjut berkata: "Ap cinta maat kije Amijan. Jangan kuatir Amijan. Hume Islam swikar karenge. Aku akan menerima Islam" Hamida menangis memeluk Jodha: "Shabaz Jodha. Kau hebat sekali Jodha. Tum nehi janti. Kau tak tahu betapa semua ini bagi kita. Aku yakin kau tak akan tega mengecewakan ku. Aku akan mempersiapkan upacaranya. Jangan bicarakan dahulu dengan siapa-siapa" Jodha hanya terdiam dalam tangis memandangi Mandir. Catatac: Shabaz Jodha! Acting yang sempurna nyaris tanpa kata-kata mampu membawa penonton terhanyut sedih.            
                         
 
Salim sedang galau di kamarnya. Daniyal datang menemuinya ingin berbicara disana. Salim menyindir Daniyal mau menggolok-olok? Daniyal: "Aku hanya mau menyampaikan aku tahu Murad tidak serakah. Ia tak pernah menginginkan menjadi Raja. Tetapi kau melecehkannya. Kau yang memulai semua ini. Salim marah dan berkata: "Lihat apa yang kalian berdua lakukan? Lupa kah kau aku ini Kakak mu? Aku berhak marah. Baru saja dia mengenakan Mahkota dia sudah sombong dan lupa bahwa aku Kakaknya. Aku tidak tersinggung jika aku tak akan jadi Raja" Daniyal kesal dan mengatakan: "Kau justru yang telah lupa dengan segala hubungan. Kau lupakan Maan Bai yang akan kau nikahi. Kau selingkuh dengan penari itu. Aku melihat kalian berdua di bazaar" Salim mengelak: "Itu hanya kebetulan ketemu dan aku tak dapat menahan diri ku" Daniyal balik bertanya: "Lalu bagaimana dengan Maan Bai? Salim: "Aku hanya mencintai Anarkali. Aku tahu kau dan Maan Bai berteman dan kau kuatir tentang dirinya. Akan tetapi aku hanya cinta Anarkali. Silahkan jika kau mau mengadukan ke Shahenshah. Aku tak peduli" Daniyal geram dan pergi meninggalkan Salim. (Salim sejak  kemarin bertolak belakang jika ngomong soal kedudukan menjadi Raja.  Tidak tersinggung tapi marah?)
 
Jodha sedang berdiri termenung dikamarnya. Tampaknya ia masih memikirkan perkataan Hamida. Jalal berjalan memasuki kamar. Ia tampak tersenyum dan menegur Jodha: "Ap kya kara rahe?" Sedang apa kau?" Jodha terdiam tak berkata-kata. Jalal lanjut berkata: "Bukan kah kau biasanya melakukan Pooja. Aku datang kesini karena aku ingin mendengar suara mu yang merdu itu melantunkan lagu Pooja (Bhajan). Mau kah kau melantunkannya untuk ku? Jodha menjawab lirih: "Baiklah Shahenshah" Jodha duduk dihadapan Mandir dan berkata pada dirinya sendiri bahwa ia akan melakukannya ini sekali lagi untuk terakhir kalinya. Jodha memulai ritual Pooja dan melantukan lagu pujaan kepada Dewa Krishna dengan merdu. Ia terus teringat perkataan dan permohonan Hamida. Jodha tak kuasa menahan air matanya. Jalal duduk dibelakangnya menikmati suara merdu sang istri. Ia tak menyadari Jodha meneteskan air mata. Karena tak kuat menahan sedih, akhirnya Jodha pun terisak dan Jalal kaget. Ia segera menghampiri Jodha dan memeluknya erat. "Ada apa Jodha. Katakanlah pada ku? Jodha berbohong: "Kuch nehi Shahenshah. Tak ada apa-apa Shahenshah. Aku selalu terbawa emosi jika melantunkan lagu pujaan" Jodha terisak di dada Jalal.
Keesokan hari nya Moti Bai datang menghampiri Jodha yang sedang duduk termenung. Moti Bai: "Aku datang membawa baju ini untuk mu dari Mariam Makani. Jodha mengapa kau melakukan hal ini?" Jodha dengan wajah sedih memandangi Patung Dewa Krishna: "Humari ek dharma parivartan. Aku merubah keyakinan ku agar aku bisa menyelamatkan banyak orang. Aku yang telah melahirkan Salim, aku tak dapat merelakan hak Salim direnggut darinya. Aku wajib melaksanakannya sebagai seorang ibu dan sebagai seorang Malika Hindustan. Aku akan melakukannya" Jodha menangis dihadapan Kahna (panggilan untuk Dewa Krishna). Melantukan lagu pujaan dan mendengarkan Azan adalah sama. Kita sama-sama berdoa kepada Tuhan yang sama dari hati kita. Tak ada bedanya menerima Al Quran dan Bhagavat Gita. Aku akan merasakan perasaan yang sama. Aku mohon Khana berikanlah aku kekuatan untuk melaksanakan keputusan ku ini. Bukan kah kau telah mengatakan bahwa jika kita berbuat baik maka kita jangan mengharapkan balasannya. Jika kau menganggap keputusan ku ini tak akan membawa kebaikan, maka aku memohon maaf mu. Demi putra ku dan rakyat ku aku akan rela melakukan pengorbanan ini"

PRECAP – cuplikan 487 Jodha terlihat mengenakan pakai perempuan Muslim Mughal. Hamida bertanya siapkah? Mari kita pergi? Jodha menganggukan kepalanya.
 
 


2 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. Boleh tahu hotel Dan tour selama disana, insya Allah may kesana juga

    ReplyDelete